Print Friendly and PDF

Banyak orang hari ini -terutama masyarakat Barat- beranggapan bahwa Isaac Newton (1643-1727 M.) adalah penemu teori Dispersi (penguraian) Cahaya. Anggapan ini beralasan dengan percobaan yang dilakukan oleh Newton pada tahun 1665 M., di usianya yang ke-22, di mana Newton melakukan eksperimen warna dengan menggunakan prisma, dan berpikir tentang bagaimana prisma bisa memberi warna pada cahaya. 

Namun bagaimana jika anggapan kebanyakan orang ini salah duga? Bagaimana jika ternyata Newton tidak benar-benar menemukannya? Bagaimana jika Newton telah didahului oleh teori-teori Ibnu al-Haytsam dan eksperimen Kamaluddin al-Farisy? 

600 tahun sebelum Newton melakukan percobaan prisma-nya yang terkenal, Ibnu al-Haytsam (354-430 H./965-1040 M.) telah meletakkan hukum-hukum cahaya melalui percobaan-percobaan yang beliau lakukan. Dan 300 tahun sebelumnya, Kamaluddin al-Farisy (665-719 H./1267-1319 M.) telah membuat eksperimen cikal bakal dari eksperimen prisma Newton, yang tidak jauh berbeda darinya! 

Kita akan mulai dengan Ibnu al-Haytsam. Beliau adalah seorang pakar Fisika yang meletakkan teori-teorinya bertumpu pada eksperimen. Namun saya di sini bukan sedang menjelaskan seluruh penemuan beliau atau biografi beliau. 

Saya hanya akan melepaskan beberapa tetesan dari lautan ilmu beliau. Namun sebelumnya perlu diketahui bersama bahwa Ibnu al-Haytsam mengungkap Dispersi (penguraian) cahaya dengan berlandaskan atas beberapa teori yang beliau gagas terkait warna dan cahaya. Di antara teori-teori tersebut adalah: 


  • Warna itu adalah wujud benda yang independen, mampu 'berdiri' sendiri. 
  • Warna itu seperti cahaya, ia bersifat independen (mandiri) dalam keberadaannya pada suatu benda fisik. 
  • Sebagaimana cahaya, warna mampu membentang dan bersinar ke arah benda fisik apa pun yang berhadapan dengannya. 
  • Warna itu selalu menemani cahaya. 


Di atas teori-teori inilah beliau meletakkan teori temuan beliau seputar 'Dispersi (penguraian) Cahaya'. 

IBNU AL-HAYTSAM MENGUNGKAP DISPERSI (PENGURAIAN) CAHAYA DENGAN SEBUAH PERCOBAAN 

Ibnu al-Haytsam memberi contoh eksperimen percampuran antar warna dengan pusaran air "yang apabila di dalamnya terdapat berbagai macam pigmen/pewarna -sementara pewarna-pewarna tersebut berupa garis-garis yang membentang dari tengah pusaran air ke ujung tepian-. 

Kemudian pusaran tersebut digerakkan dengan gerakan yang sangat kuat, maka pusaran air tersebut tentu akan bergerak memutar dengan kecepatan tinggi. Lalu di saat pusaran air ini bergerak, apabila orang melihatnya dengan seksama, ia akan mengetahui bahwa warna pusaran air tersebut hanyalah satu warna yang berbeda dari warna-warna pigmen yang tadinya ada di sana. Seakan-akan warna itu adalah warna gabungan dari seluruh warna garis-garis pigmen tadi." 

Demikianlah kami menukil langsung dari perkataan Ibnu Al-Haytsam. 

Membayangkan eksperimen Ibnu al-Haytsam di atas, saya teringat dengan piringan Newton (Newton's disc). Ialah sebuah piringan yang diberikan padanya 7 macam warna; Merah, Jingga, Kuning, Hijau, Biru, Nila, dan Ungu (alias: Mejikuhibiniu). Piringan ini apabila diputar dengan cepat akan tampak berwarna putih. Saya tidak menduga bahwa dalam hal ini, Newton telah didahului oleh Ibnu al-Haytsam sejak 600 tahun sebelumnya. 


gambar: Piringan Newton yang terdiri dari 7 warna sebelum diputar (kanan) dan sesudah diputar (kiri) 

Ibnu al-Haytsam juga berpendapat bahwa pelangi adalah percampuran antara cahaya dan kegelapan dengan tingkatan yang berbeda-beda. Bagi beliau, warna putih dan hitam adalah dua warna yang indepeden, terbentuk dari keduanya seluruh warna-warna spektrum. 

Apabila porsi yang sedikit dari kegelapan bercampur dengan cahaya akan terbentuk warna merah. Lalu apabila yang bercampur dengan cahaya adalah porsi yang cukup banyak dari kegelapan maka akan terbentuk warna ungu. Namun apabila kegelapan yang ada tidak tercampur sama sekali dengan cahaya maka warna hitam-lah yang akan tampak. Demikian beliau menjelaskannya. 

Maka di atas landasan pemikiran ini koordinasi warna menurut Ibnu al-Haytsam adalah: putih, lalu merah, lalu ungu, lalu hitam. 

PERBANDINGAN ANTARA TEORI PENGURAIAN CAHAYA IBNU AL-HAYTSAM DENGAN PERCOBAAN MODERN 

Hari ini, metode paling modern dalam penentuan warna merujuk kepada sebuah teknik yang dikenal dengan nama 'Kolorimetri' (Ukuran Warna). Teknik ini mencakup berbagai ukuran-ukuran ilmiah yang cukup detail, yang merujuk kepada panjang gelombang milik 3 warna dasar; biru, merah, dan kuning. 

Cahaya berwarna putih terbentuk dari getaran-getaran Elektromagnetis, di mana panjang gelombang yang ada dibagi secara merata mulai dari 35 hingga 75 per 1 juta centimeter (sekitar 14-30 per 1 juta inchi). Apabila kekuatan getaran Elektromagnetis ini sangat besar, maka cahaya yang ada akan berwarna putih. Apabila kekuatan getaran ini lebih sedikit maka cahayanya akan berwarna abu-abu. Adapun apabila kekuatan getaran tersebut tidak ada sama sekali, maka tidak akan ada cahaya, atau udara yang ada akan terselimuti kegelapan.

Pada spektrum, cahaya yang tercipta dari getaran-getaran suatu panjang gelombang akan berbeda jenisnya dibandingkan dengan cahaya yang berada pada getaran panjang gelombang lainnya. Dan perbedaan jenis yang ada inilah pada akhirnya akan diketahui bahwa ia adalah salah satu jenis dari jenis-jenis warna. 

Cahaya yang panjang gelombangnya 0.000075 cm akan menjadi warna merah. Sementara cahaya yang panjang gelombangnya 0.000035 cm akan menjadi warna ungu. Sebagaimana cahaya dari berbagai panjang gelombang lainnya yang berukuran pertengahan akan menjadi warna biru, hijau, kuning, atau oranye, di mana warna-warna ini memiliki panjang gelombang yang berkisar di antara panjang gelombang warna ungu dan merah. 

Cermati kembali penjelasan panjang di atas terkait porsi cahaya dan kegelapan, juga tentang warna merah dan ungu. Anda akan melihat bahwa percobaan modern membuktikan kebenaran teori Ibnu al-Haytsam. 

EKSPERIMEN BOLA KACA KAMALUDDIN AL-FARISY 

Kamaluddin al-Farisy adalah seorang Fisikawan Muslim asal Persia yang meneliti kembali karya-karya Ibnu al-Haytsam, terutama kitab beliau 'Al-Manazhir' (Optik). Dan dari berbagai eksperimen dan penelitian yang beliau lakukan, ditulislah karya beliau yang terkenal 'Tanqih al-Manazhir' (Revisi Kitab Optik karya Ibnu al-Haytsam). Di dalamnya beliau meneliti kembali teori-teori Ibnu al-Haytsam dan mengkritisi sebagiannya. 

Di antara teori Ibnu al-Haytsam yang al-Farisy sempurnakan adalah teori penguraian cahaya. Beliau membuat eksperimen dengan bola yang terbuat dari kaca, di mana beliau memantau jalur radiasi sinar matahari yang sedang masuk melalui bola kaca tersebut. Tujuan beliau dari eksperimen ini adalah untuk menentukan derajat pembiasan sinar matahari di saat sinar tersebut melalui tetesan air hujan. Maka sebagai pengganti dari tetesan air hujan yang begitu kecil, beliau gunakan bola kaca sebagai media eksperimen. 

Melalui eksperimen ini, beliau berhasil menemukan interpretasi dari proses terbentuknya pelangi. Yang mana interpretasi (penafsiran) beliau ini tidaklah berbeda dari teori penguraian cahaya, teori tentang fenomena terbaginya cahaya putih yang masuk melalui kaca prisma. 


gambar: Ilustrasi tetesan air hujan yang terkena sinar matahari lalu membentuk pelangi. Ilustrasi ini dibuat oleh orang-orang Sains modern yang kami duga kuat berasal dari eksperimen dan teori Kamaluddin al-Farisy 

Lantas dengan 2 fakta di atas, beserta fakta-fakta yang telah kami paparkan di artikel-artikel lain yang mengkritisi orisinalitas teori-teori Newton, membuat kami memunculkan dugaan bahwa eksperimen prisma Newton tidaklah terwujud dari ketidak-adaan. Eksperimen ini tidaklah benar-benar original, asli, dan murni. Eksperimen prisma Newton ini adalah pengembangan dari teori Ibnu al-Haytsam dan eksperimen al-Farisy. 



gambar: Eksperimen Prisma Newton (atas) dan Ilustrasi darinya (bawah) 

Pada gambar di atas, anda dapat melihat dengan jelas bahwa tingkatan warna yang paling terang adalah Merah, dan tingkatan warna yang paling gelap adalah Ungu. Lantas, tidakkah Anda teringat kembali pada perkataan Ibnu al-Haytsam tentang teori ini sebelumnya? 

Tentu masih banyak hal yang perlu kita kupas seputar Ibnu al-Haytsam dan Kamaluddin al-Farisy beserta teori-teori keduanya yang telah membawa perubahan besar bagi Sains modern, terutama di bidang Optik dan cahaya. Bahkan, teori-teori Sains modern hari ini pada 2 bidang tersebut sebagian besarnya adalah berasal dari karya-karya Ibnu al-Haytsam dan al-Farisy. 

Di antara karya-karya Ibnu al-Haytsam yang membahas fenomena cahaya secara khusus adalah: 

  • Makalah tentang Cahaya Bintang (مقالة في ضوء النجوم ) 
  • Makalah tentang Cahaya Bulan (مقالة في ضوء القمر) 
  • Bagaimana Bayangan itu Muncul (كيفيات الإظلال) 
  • Makalah tentang Pelangi (مقالة في قوس قزح) 
  • Penelitian Seputar Cahaya (رسالة في الضوء) 

Selain itu beliau juga membahasnya pada karya monumental beliau 'Al-Manazhir' (Optik). Ada lebih dari 200 karya tulis yang pernah beliau karang, namun terhitung hanya sekitar 45 karya beliau yang masih ada hingga hari ini. In sya Allah akan kita bahas lebih khusus tentang ini pada Biografi Ibnu al-Haytsam, Bapak ilmu Optik dunia. 

Sumber: 
http://mysci.3oloum.org/t59-topic 
http://www.meritnation.com/ask-answer/question/q-who-discovered-dispersion-of-light-a-isaac-newton/light/3631346 
http://www.wikiwand.com/en/Ibn_al-Haytham 
1001 Inventions - The Enduring Legacy of Muslim Civilization (Versi Arab), Salim al-Hassani, hlm. 247 

Ditulis oleh:
Ahmad Ubaidillah* * Mahasiswa Prodi Takmili Lembaga Ilmu Pengetahuan Islam dan Arab di Jakarta cabang Universitas Al-Imam Muhammad bin Saud Riyadh Kerajaan Arab Saudi

0 comments so far,add yours