![]() |
Gambar: Halaman Rumah Sakit Al-Arghuny di Aleppo yang dibangun tahun 1354 M.oleh Dinasti Mamluk |
Rumah sakit yang tersebar di negara Islam dibiayai oleh shadaqah, dan pemberian yang disebut dengan wakaf, sekalipun sejumlah biaya operasional ditanggung oleh kas negara. Dana besar tersebut digunakan untuk memenuhi biaya pemeliharaan, stok kebutuhan darurat, obat-obatan, gaji para dokter dan pegawai, dan berbagai macam kebutuhan kedokteran.
Aturan kesehatan dalam masyarakat muslim mencakup seluruh kalangan manusia, kaya maupun miskin. Karena kaum muslimin berpegang teguh pada akhlak dan kemanusiaan dalam kontribusi pengobatan orang yang sakit, siapapun mereka.
BESARNYA PERHATIAN KHALIFAH AL-WALID KEPADA ORANG SAKIT
Disebutkan oleh Az-Zahrani dalam "Nizham Al-Waqf" hlm. 248 bahwa orang pertama yang membangun Bimaristan (rumah sakit untuk orang-orang yang menderita penyakit) adalah seorang Khalifah dari Bani Umayyah, dia adalah Al-Walid bin Abdul Malik. Dia membangun sebuah Bimaristan di Damaskus dan kemudian ia dermakan untuk orang-orang yang sakit.
Mengutip keterangan Ibnu Al-Atsir dalam kitabnya, "Al-Kamil fi At-Tarikh" (2/353, Maktabah Syamilah) saat menyebutkan biografi dan perjalanan hidup Al-Walid, di antara keutamannya adalah ia memberi perhatian khusus kepada para penderita kusta dan melarang mereka untuk meminta-minta. Ia juga mewakafkan sebuah bangunan untuk tempat tinggal mereka dan ia memberikan subsidi rutin kepada mereka.
Di samping itu, ia juga memerintahkan agar setiap orang yang cacat diberikan seorang pembantu dan untuk orang yang buta diberi seorang penunjuk jalan.
![]() |
Gambar: Air Mancur di Rumah Sakit Al-Arghuny yang dikelilingi oleh kamar-kamar para Pasien, sumber: Aramco World |
![]() |
Gambar: Tampak jendela luar kamar para pasien di Rumah Sakit kuno Al-Arghuny yang menghadap ke Air Mancur, sumber: Muslim Heritage |
![]() |
Gambar: Denah Rumah Sakit Al-Arghuny dalam Bahasa Inggris |
SEJUMLAH WAKAF DI RUMAH SAKIT AL-'ADHUDI
Di antara rumah sakit wakaf yang terpenting di Baghdad adalah rumah sakit Al-'Adhudi. Rumah sakit ini dibangun oleh tokoh-tokoh terkemuka dalam pemerintahan Buwaihi di Baghdad tahun 366 H / 976 M.
Rumah sakit ini memiliki 24 tabib. Fakta ini menunjukkan bahwa rumah sakit ini cukup besar. Dan di dalamnya juga terdapat berbagai macam wakaf, di antaranya adalah:
Pengobatan gratis bagi seluruh warga, seorang pasien mendapatkan perawatan yang sangat memuaskan, baik dari segi pemberian pakaian yang baru dan bersih, makanan lezat dan bergizi yang beraneka ragam, maupun obat-obatan yang harus dikonsumsi. Dan setelah pasien sembuh, ia diberi biaya untuk perjalanan pulang sampai tiba di rumahnya.
Perhatian dan pelayanan rumah sakit ini sangatlah tinggi, maju dan berkelas untuk tiap pasiennya. Hingga kita dapati beberapa orang yang tidak merasa malu berpura-pura sakit karena ingin masuk rumah sakit ini dan mendapatkan pelayanannya. Karena mereka yakin akan mendapatkan pelayanan dan perawatan yang memuaskan dengan menu-menu makanan yang menggugah selera dan bergizi. Terkadang para dokter menundukkan pandangan setelah mereka mengetahui kepura-puraan ini.
![]() |
Gambar: Bimaristan an-Nuri, dibangun oleh Nuruddin Zanki tahun 1154 M. di jantung Kota Damaskus, Syiria. |
![]() |
Gambar: Denah Bimaristan an-Nuri, Damaskus. |
MEWAHNYA PELAYANAN RUMAH DI SAKIT ISLAM TERNYATA GRATIS
Marilah kita menjelajahi bagaimana kemewahan pelayanan di seluruh rumah sakit peradaban Islam yang tidak dibeda-bedakan antara status manusia, dan ternyata semua itu didapatkan oleh pasien tanpa mengeluarkan biaya -alias gratis, bahkan setelah mendapat kesembuhan justru diberi pakaian dan sejumlah uang, sehingga pasien tidak perlu menjual sebagian hewan ternaknya dan tidak terburu-buru memikirkan pekerjaannya.
Marilah kita menjelajahi bagaimana kemewahan pelayanan di seluruh rumah sakit peradaban Islam yang tidak dibeda-bedakan antara status manusia, dan ternyata semua itu didapatkan oleh pasien tanpa mengeluarkan biaya -alias gratis, bahkan setelah mendapat kesembuhan justru diberi pakaian dan sejumlah uang, sehingga pasien tidak perlu menjual sebagian hewan ternaknya dan tidak terburu-buru memikirkan pekerjaannya.
Disebutkan dalam kitab "Min Rawa’i Hadharatina" (Di antara Keindahan Peradaban Kita) halaman 225-226 sebagai berikut:
"Aturan masuk ke berbagai rumah sakit itu adalah gratis bagi semua orang, baik untuk orang yang kaya maupun yang miskin, yang rumahnya jauh maupun dekat.
Pertama kali pasien diperiksa di ruang depan. Jika penyakitnya ringan maka resepnya langsung ditulis dan ditukarkan ke apotek yang ada di rumah sakit tersebut. Adapun yang kondisi penyakitnya mengharuskan opname di rumah sakit maka namanya dicatat, dipersilahkan masuk ke kamar mandi, untuk melepas pakaiannya dan diletakkan di lemari khusus, kemudian diberi pakaian khusus rumah sakit.
Setelah itu dimasukkan ke ruangan khusus tempat pasien-pasien yang berpenyakit serupa. Ia diberi tempat tidur sendiri yang bagus, diberi obat yang telah ditentukan oleh dokter dan diberi makanan yang sesuai dengan kesehatannya yang sudah ditetapkan untuknya. Makanan yang disediakan biasanya mencakup daging Kambing, Sapi, Burung dan Ayam untuk pasien yang dapat mengkonsumsinya.
Tanda kesembuhan pasien adalah apabila ia boleh makan roti dan Ayam secara lengkap dalam satu menu. Bila ia sudah memasuki fase kesembuhan maka ia dimasukkan ke ruangan khusus untuk pasien-pasien yang baru sembuh.
Jika ia benar-benar sembuh maka ia diberi pakaian ganti yang baru dan sejumlah uang yang mencukupinya sampai ia mampu bekerja.
Kamar-kamar rumah sakit selalu bersih. Airnya selalu mengalir lancar. Ruangan-ruangannya diberi perabotan yang terbaik. Setiap rumah sakit mempunyai pemeriksa-pemeriksa kebersihan dan pengawas-pengawas keuangan.
Itulah aturan yang berlaku di seluruh rumah sakit yang ada di dunia Islam. Baik di wilayah barat maupun kawasan timur. Di rumah sakit-rumah sakit Baghdad, Damaskus, Kairo, Al-Quds, Makkah, Madinah, Maroko, Andalusia dan lainnya."
Keterangan ini juga telah disebutkan oleh Sigrid Hunke, seorang orientalis dari Jerman dalam bukunya yang sudah diterjemahkan dari Bahasa Jerman ke dalam Bahasa Arab dan berjudul, "Syams Al-Arab Tashtha’u ‘Ala Al-Gharb" hlm. 227-228
![]() |
Gambar: Seorang Apoteker menakar obat dengan panduan sang Dokter, terlihat ada timbangan serta berbagai model wadah obat menggantung di atasnya, dari manuskrip Iraq abad ke-12 |
ADA YANG PURA-PURA SAKIT
Seorang pakar sejarah kenamaan, Khalil bin Syahin Az-Zahiri mengemukakan bahwa ia pernah berkunjung ke salah satu rumah sakit di Damaskus pada tahun 831H/1427M.
Ia belum pernah melihat rumah sakit semegah dan senyaman itu pada masanya. Kebetulan ia mendapati seseorang yang berpura-pura sakit di rumah sakit ini. Lalu sang dokter menuliskan resep kepadanya setelah tiga hari sejak kedatangannya di rumah sakit tersebut “Tamu tidak boleh bermukim lebih dari tiga hari.”
Segala bentuk badan wakaf yang didirikan dalam peradaban Islam memiliki tujuan memberi jaminan sosial, berbuat baik kepada seluruh manusia dan menolong orang yang tidak mampu atau tertimpa kesulitan tanpa membedakan kasta atau derajat seseorang.
Dr. Sigrid Hunke, seorang
orientalis Jerman juga menyebutkan dengan gaya bahasanya menggambarkan kondisi kemewahan
rumah sakit Islam pada masa itu.
Ada seorang pasien yang mengaku
sakit keras selama satu pekan lebih, melampaui dari waktu yang seharusnya, ia
ingin menikmati irisan-irisan daging ayam yang lezat pada hari-hari berikutnya.
Akan tetapi ketua dokter meragukannya
dan mengirimnya pulang ke rumahnya setelah mengetahui bahwa sebenarnya ia sudah
sembuh total, buktinya ia sudah melahap satu ekor daging ayam sempurna dan
sepotong roti besar dan menghabiskannya sendiri.
Lalu pada halaman 229-230 Dr. Sigrid Hunke
menambahkan:
Di rumah sakit-rumah sakit para khalifah maupun para sultan terdapat
berbagai macam kemewahan yang sangat melimpah, yang biasanya hanya dijumpai dalam istana-istana mereka. Dari ranjang-ranjang
yang empuk dan lembut sampai kamar mandi-kamar mandi yang dapat digunakan oleh orang-orang
dari kalangan bijak.
Dapat dimaklumi bahwa rumah sakit ini, disamping kekayaan dan
kemewahannya, pintu-pintunya selalu terbuka untuk orang-orang miskin dan
seluruh lapisan masyarakat, tanpa memilah-milah.
Ketika selesai pembangunan Rumah Sakit Al-Manshuri di Kairo,
Sultan Al-Manshur Qalawun meminta satu bejana sirup buah dari rumah sakit,
lantas ia meminumnya seraya mengatakan: Sesungguhnya aku telah menghibahkan rumah
sakit ini untuk para pesaing dan para pengikutku, terkhusus untuk para hakim
dan para pelayan, para prajurit dan walikota, untuk orang-orang besar maupun anak-anak,
untuk orang merdeka maupun para hamba sahaya, dan untuk laki-laki maupun
perempuan, semua sama.
Ini belum seluruhnya, bahkan kepedulian yang menakjubkan
tersebut faktanya adalah perhatian yang tidak dapat dilakukan kecuali oleh para pemimpin.
Diriwayatkan bahwa ada salah seorang yang mulia dari
Persia, suatu saat datang untuk mengunjungi Rumah Sakit An-Nuri di Damaskus, orang
ini memiliki selera nafsu
yang kuat dalam hal makanan. Pada kesempatan kunjungan ini, aroma daging bakar
menggoda di hadapannya dan memenuhi rongga hidungnya, membuat liurnya nyaris mengalir, saat itu juga ia terpikir untuk menjadi
seorang pasien yang ditimpa sakit.
Ia pun masuk ke dalam rumah sakit dengan suara rintihannya yang memenuhi ruangan. Sang tabib pun
lama mengeceknya tapi tidak ditemukan satupun penyakit, sejumlah pertanyaan
dilontarkan, akhirnya sang tabib pun yakin bahwa orang ini berhadapan dengan
hasrat makanan, sakitnya ada pada perutnya. Tabib tidak mengucapkan sepatah
kata, justru ia memindahnya ke bagian penyakit dalam, sang tabib menuliskan untuknya
resep berupa madu, hati burung, jamur goreng, sedikit Al-Murabbiyat, lemon dan
berbagai jenis manisan yang membuat menggoda selera. Semua itu dikonsumsi dua
kali dalam sehari.
Tidak sampai tiga hari,
perlawanan pasien itu pun menjadi lemah dan lambungnya menjadi berbahaya, pada
saat itu sang tabib berkata kepadanya: ‘Wahai kawanku, engkau sudah menikmati
jamuan tamu ala Arab ini selama tiga hari, maka pergilah sekarang dalam
perlindungan Allah, semoga kesembuhan selalu bersamamu!’.
![]() |
Gambar: Seorang dokter merawat luka pasien dalam ilustrasi abad ke 12, dari Maqamat, kumpulan cerita Islam. |
REFERENSI:
- Min Rawa’i Hadharatina, Dr. Musthafa As-Siba’i
- Madza Qaddama Al-Muslimun li Al-Alam, Dr. Raghib As-Sirjani
- Syams Al-Arab Tastha’u ‘Ala Al-Gharb, Dr. Sigrid Hunke,
diterjemahkan oleh Faruq Baidhun dan Kamal Dasuqi
- Alfu Ikhtira’ wa Ikhtira’ At-Turats Al-Islami fi Alamina,
pengonsep dan penanggung jawab: Professor Salim Al-Hassani
- Al-Kamil fi At-Tarikh, Ibnu
Al-Atsir
DITULIS OLEH:
Fida' Abu Sa'ad*
* Mahasiswa LIPIA (Lembaga Ilmu Pengetahuan Islam dan Arab), Jakarta. Cabang Universitas Imam Muhammad bin Saud Riyadh, KSA. Fakultas Syariah, Semester III.
DITULIS OLEH:
Fida' Abu Sa'ad*
* Mahasiswa LIPIA (Lembaga Ilmu Pengetahuan Islam dan Arab), Jakarta. Cabang Universitas Imam Muhammad bin Saud Riyadh, KSA. Fakultas Syariah, Semester III.
0 comments so far,add yours