Print Friendly and PDF
Gambar: Manuskrip lukisan kitab "Manthiq ath-Thair" karya Faruddin Attar (sumber: https://www.pinterest.com/pin/316518680044232298/)
Gambar: Manuskrip kuno lukisan kaum Dinasti Utsmaniyyah melakukan kegiatan berburu (sumber: https://www.pinterest.com/pin/62909726030579913/)

Peradaban Islam telah lama mengenal Kebun Binatang dalam beragam bentuk dan rupa. Para Khalifah Dinasti Umayyah misalnya, perhatian mereka terhadap binatang cukup besar. Mereka pekerjakan orang-orang untuk menangkap hewan-hewan dan merawatnya. Mereka juga menaruh perhatian khusus pada beberapa spesies burung, terutama burung yang digunakan untuk berburu seperti Elang, Nasar (Burung Bangkai), dll. Mereka biasa melakukan perjalanan ke gurun pasir untuk berburu, dan untuk alasan inilah mereka mendirikan beberapa pos dan istana di gurun, di mana di dalam istana tersebut ada berbagai fasilitas untuk beristirahat dan rekreasi. Beberapa puing-puing istana untuk berburu hewan ini masih ada sampai sekarang. Ini belum termasuk perhatian besar Khalifah Umayyah terhadap kuda serta arena pacuan balapnya.


Gambar: Beberapa puing-puing Istana tempat Bani Umayyah berburu dan berekreasi (sumber: https://www.albayan.ae/five-senses/culture/2017-12-18-1.3134587)
Al-Mas’udi mencatat bahwa Yazid bin Mu’awiyah (Khalifah Dinasti Umayyah) memiliki seekor monyet yang diberi nama kunyah (julukan) ‘Abul-Qais’. Monyet ini ikut menghadiri majelis nongkrongnya Yazid, bahkan Yazid menawarkan monyet ini dipan tempat berbaring di saat menghadiri acara tersebut. Dikisahkan juga, monyet ini menunggangi seekor keledai liar saat mengikuti acara lomba balap kuda.
ERA DINASTI ‘ABBASIYYAH
Di era Dinasti ‘Abbasiyah, perhatian para Khalifah Islam terhadap hewan-hewan semakin bertambah di mana mereka mulai memelihara hewan-hewan buas seperti singa dan gajah. Bahkan ada sebuah kebun khusus untuk para hewan di Istana Khalifah Harun ar-Rasyid di Baghdad. Di dalamnya ada beberapa kandang untuk singa, harimau, dan sejenisnya. Pengarang kitab “Al-‘Aqdul-Farid” mencatat bahwa Raja India mengirim hadiah untuk Khalifah Harun ar-Rasyid yang di antaranya berisi anjing-anjing Suyuri yang tidak bisa dimangsa oleh singa. Bahkan anjing-anjing ini dikisahkan mampu mengkoyak-koyak tubuh seekor singa milik Harun Ar-Rasyid.
Ar-Rasyid juga dikenal memelihara kuda-kuda tunggang dan kuda-kuda balap. Al-Mas’udi menyebutkan bahwa ada beberapa lomba pacuan balap kuda yang diikuti oleh ar-Rasyid. Beliau begitu senang karena kudanya dan kuda anaknya Al-Ma’mun berhasil menjadi juara dalam perlombaan itu.
Kemudian setelah ar-Rasyid datanglah para penerusnya yang cukup berlebih-lebihan dalam hal merawat hewan, burung, dan ikan hias. Al-Mas’udi mencatat bahwa Khalifah Al-Amin dahulu memiliki orang-orang khusus yang dilatih untuk menangkap singa dan berburu. Kemudian dikisahkan bagaimana Khalifah Al-Amin ini mampu bergulat satu lawan satu melawan seekor singa dengan tangan kosong. Para pakar Sejarah juga menyebutkan bahwa Al-Amin dikenal memelihara ikan hias.
Adapun Khalifah Al-Ma’mun, beliau memberi perhatiannya pada hewan-hewan yang dihadiahkan oleh para raja dari Timur maupun dari Barat. Adapun Khalifah Al-Mu’tashim, beliau tunggangi seekor gajah besar hadiah Raja India di saat operasi melawan pemberontakan Bābak Khorramdin, yakni di tengah-tengah konvoi pasukan besar melawan para pemberontak pengikut Bābak yang nyaris meruntuhkan pilar-pilar pemerintahan Islam Khilafah ‘Abbasiyah.
Gambar: Manuskrip lukisan Gajah dalam kitab "Manafi' Al-Hayawan" karya Ibnu Bakhtisyu' (sumber: https://www.themorgan.org)
MESIR ERA THULUN
Para penguasa Mesir pada periode Dinasti Umayyah dan Abbasiyah juga dikenal memelihara hewan dan mengadakan tamasya untuk berburu. Akan tetapi berita mengenai hal ini hanya sedikit dan tersebar di perut buku-buku yang tidak diterbitkan melainkan hanya sedikit saja. Namun, pemeliharaan hewan beserta spesies-spesies langkanya, juga burung-burung hias, baru mulai dikenal di Mesir pada masa pemerintahan Ahmad bin Thulun. Disebutkan bahwa Istana milik Khumarawayh (anak Ahmad bin Thulun) dikenal memiliki hobi menangkap hewan-hewan buas, serta berburu burung-burung jinak yang memiliki suara merdu dan bulu-bulu yang beragam warnanya.
Al-Maqrizi menceritakan sejarah tentang Khumarawayh dengan kisah yang amat panjang dan menarik. Dia menyebutkan bahwa Khumarawayh merawat istana ayahnya (Ahmad bin Thulun), dan beliau mengambil sebidang tanah lapang milik ayahnya kemudian beliau ubah ia menjadi taman bernyanyinya burung-burung yang memiliki bunga-bunga, pepohonan, jalan-jalan yang rapi serta saluran air. Taman yang dibangun secara sistematik dan teratur. Kemudian Al-Maqrizi menggambarkan ada sebuah menara tempat tinggal burung-burung yang berada di taman itu, yang di dalamnya ada berbagai jenis burung Tekukur Penyu (Merpati Eropa), Merpati Tertawa (Streptopelia Senegalensis), dan burung Nuniyyah.
Dan bagi setiap burung yang memiliki suara merdu saat itu, beliau buatkan sangkar-sangkar di dalam menara tadi, beliau alirkan air ke dalamnya, sehingga burung-burung dapat minum dan mandi melalui saluran air tersebut. Burung-burung itu pun terbang ke sana kemari, hinggap di pepohonan, demikian tujuan burung-burung ini diletakkan di dalam menara itu. Belum lagi, di dalam taman ini Khumarawayh juga memelihara beberapa burung langka, seperti burung Merak, Ayam Guinea (Numididae), dll.
Gambar: Manuskrip kuno lukisan taman di Istana Kerajaan (sumber: https://www.pinterest.com/pin/357965870373452166/)
Gambar: Manuskrip kuno lukisan tentang hobi bangsa Mughal Islam suka memelihara Merpati (sumber: muslimheritage.com)
Adapun tentang bagaimana Khumarawayh memelihara hewan-hewan buas, Al-Maqrizi menceritakan bagaimana Khumarawayh membangun sebuah rumah tempat kawanan singa di dalam istananya, serta bagaimana beliau mengatur rumah itu, juga bagaimana para penjaga merawat kandang-kandang di dalamnya. Lalu al-Maqrizi bercerita tentang seekor singa yang menjadi jinak di tangan Khumarawayh, beliau beri ia nama ‘Zuraiq’ (artinya: seekor singa kecil berwarna biru), karena kedua matanya berwarna biru. Singa ini kemudian menjaga Khumarawayh sepanjang hayatnya.
Berikut adalah rumah seorang menteri Dinasti Abbasiyah, Ja’far bin Khunzabah, menteri dari Khalifah al-Muqtadir Billah al-‘Abbasi yang tinggal di Mesir, tepatnya di kota al-Fushthath. Rumah beliau ini telah mengenal kelompok serangga dan reptil yang beragam. Sang Menteri ini tertarik untuk mengamati beragam Ular, hewan, Kalajengking, Kaki Seratus (Chilopoda), dll. Di dalam rumahnya, terdapat sebuah ruangan yang bagus dan luas, didalamnya ada ular-ular yang diborgol rantai besi, ruangan ini memiliki beberapa pengawas dan seorang penjaga yang bekerja memindahkan dan mendatangkannya. Ja’far juga dikenal memberi bayaran bagi siapa saja yang mampu mendatangkan padanya hewan spesies baru atau serangga langka. Ja’far juga dikenal memiliki waktu khusus duduk di teras rumah, di mana orang-orang datang memamerkan padanya hewan-hewan pengganggu (Vermin) yang beragam, kemudian mereka mengadu hewan-hewan tadi untuk saling bertarung. Dan Ja’far menyukai acara ini dan mendukungnya.
MESIR ERA FATHIMIYYAH
Para Khalifah Dinasti Fatimiyah juga dikenal memiliki perhatian khusus pada hewan-hewan langka. Sebab Khalifah al-‘Aziz Billah al-Fathimi memiliki hewan-hewan langka yang tidak dimiliki orang lain. Para Sejarawan menyebutkan, di antara hewan-hewan yang beliau miliki adalah burung Phoenix, mereka berkata: "Phoenix adalah seekor burung yang didapat dari perburuan di Mesir, tubuhnya sepanjang burung Kuntul (Ardeidae) namun lebih besar darinya, ia memiliki gelambir (pertumbuhan ke bawah dari sejumlah bagian kepala pada beberapa kelompok burung) dan janggut, pada kepalanya ada  pelindung, ia memiliki beragam warna dan mirip dengan warna kebanyakan burung. " Burung Kuntul (Ardeidae) sebagaimana dalam buku tulisan ad-Damiri "Hayat al-Hayawan al-Kubra" adalah "Bangau", seekor burung berleher panjang dan berkaki panjang, ia termasuk dari spesies burung air.
Gambar: Manuskrip kuno lukisan gambar Burung Phoenix dalam kitab "Aja'ib al-Makhluqat" karya Al-Qazwini (sumber: https://www.alamy.com)
Gambar: Manuskrip lukisan Bangau dalam kitab "Aja'ib al-Makhluqat" karya Al-Qazwini (sumber: http://ica.themorgan.org/manuscript/page/64/77363)
Kebun Binatang khusus milik para khalifah Fatimiyah terus beroperasi selama masa pemerintahan mereka. Berikut pengakuan Uskup Agung Tirus Tentara Salib, -yang dijadikan sekutu oleh Shawar bin Mujir as-Sa’di dan dilemparkannya ke dalam persekutuan antara Fatimiyyah Mesir dan Tentara Salib dalam melawan Nuruddin Mahmud Zanki (Raja Dinasti Zanki), Uskup ini menggambarkan Kebun Binatang khusus milik Khalifah al’Adhid, dia berkata: “…Ada banyak burung yang indah di halaman (istananya). Warna-warnanya amat langka. Mereka dibawa dari berbagai penjuru Bumi bagian timur. Semua orang yang melihat burung-burung itu akan terheran-heran, takjub, dan kagum. "
Seorang Sejarawan melanjutkan kisah Uskup tadi, "…Lalu mereka (para Tentara Salib) pergi ke sebuah taman yang indah, di sana mereka melihat berbagai spesies hewan berkaki empat. Hewan-hewan ini amat aneh dan langka, sampai-sampai bila ia menggambarkan bentuknya pastilah ia akan dituduh bohong. Sebab tak seorang pelukis pun mampu mengimajinasikan atau membayangkan makhluk-makhluk semisal ini. Sungguh Dunia Barat (Eropa) belum pernah sekalipun melihat hewan-hewan semacam ini.”
Dari teks ini, serta teks-teks buku Sejarah yang kami sebutkan sebelumnya, kita dapat menyimpulkan bahwa Mesir telah mengenal Kebun Binatang semenjak era Dinasti Thulun, Ikhsyidy, dan Fathimiyyah akan tetapi Kebun Binatang tersebut bersifat pribadi, bukan terbuka untuk khalayak umum.
Barangkali orang akan bertanya-tanya, dari mana para Gubernur dan Khalifah membawa hewan dan burung semacam itu? Jawaban atas pertanyaan ini sederhana: sebab kekuasaan Dunia Islam terbentang luas dari Timur ke Barat. Sebagaimana hubungan dagang Islam telah menyebrangi lautan hingga ke pelosok Cina. Serta dahulu para pedagang dan pelancong Muslim berambisi tinggi untuk mendapatkan barang-barang antik dan eksotis serta binatang-bintang aneh untuk dibawa pulang ke Mesir.
Dalam bukunya tentang Kairo, Stanley Lin Paul menegaskan bahwa Khalifah al-'Aziz bil-Lah al-Fathimi sangat menyukai binatang dan burung, beliau membawa bintang-binatang itu dari Negeri Sudan. Memang, definisi kata Sudan membutuhkan banyak penjelasan, karena selama periode Fatimiyah, hubungan perdagangan antara negara-negara Afrika berkembang secara signifikan, bahkan hingga sampai ke Ghana. Sampai-sampai ada rute penghubung langsung antara Mesir dan Ghana yang terbentang di atas Gurun Sahara. Maka yang dimaksud dengan Negeri Sudan di masa itu adalah bentangan tanah luas yang membentang dari Laut Merah hingga pesisir Laut Atlantik (bukan terbatas pada wilayah teritorial Negara Sudan saat ini).
Sayangnya, kita tidak tahu bagaimana nasib Kebun Binatang di istana-istana Dinasti Fatimiyah selanjutnya, tampaknya kebun-kebun itu telah disia-siakan. Walaupun, Salahuddin al-Ayyubi (penguasa yang meruntuhkan Dinasti Fathimiyyah) dan putranya al-‘Aziz Utsman, menurut al-Maqrizi  keduanya dikenal menyukai olahraga dan berburu di wilayah Birkah al-Jubb. Keduanya juga dikenal hobi bermain macam-macam olahraga berkuda.
Gambar: Manuskrip lukisan olahraga gulat tangan di atas Kuda (sumber: http://pikony.com/media/725079608734720719/)
Gambar: Manuskrip lukisan beragam olahraga di atas Kuda dalam kitab "Al-Makhzun Jami' al-Funun" karya Ibnu Akhi Khazam (sumber: http://pikony.com/media/285556432600806567)
Raibnya Kebun Binatang di masa Dinasti Ayyubiyah tentu tak bisa dihindari, hal ini disebabkan kebijakan penghematan yang diputuskan oleh Salahuddin Al-Ayyubi saat itu. Sebab beliau sibuk terfokus pada pembebasan negeri Syam dari Tentara Salib, sehingga tidak ada hal-hal yang bersifat foya-foya dan mewah di zamannya, yang ada hanyalah perjuangan dan peperangan.
MESIR ERA MAMLUK
Di era Azh-Zhahir Baibars, pilar-pilar Dinasti Mamluk mulai tenang, sejak itulah mulai datang binatang-binatang hiburan ke Mesir sebagai hadiah dari para pangeran dan pejabat negara yang berada di bawah kendali Dinasti Mamluk. Seorang penguasa Yaman di masa itu memberi hadiah Baibars di antaranya berupa Badak bercula satu, Gajah, dan Zebra.
Kemudian, ketika Baibars membantu pemimpin wilayah Nubia untuk merebut singgasananya kembali, beliau mewajibkan atasnya upeti tahunan, di antara isi upeti tersebut ada 3 ekor gajah, 3 ekor jerapah, 5 macan betina, 100 kuda dan 100 sapi. Di sini harus kami sebutkan bahwa wilayah kekuasaan Nubia mencapai kawasan Dongola, wilayah yang sekarang termasuk bagian dari Negara Sudan modern. Negeri ini dikenal memiliki banyak hewan. Mengenai hal ini, Al-Qalasyqandi pernah menyebutkan dalam kitabnya “Shubhu al-A’sya”, “Di Negeri mereka (Nubia) terdapat banyak Gajah, Jerapah, dan Rusa.” Begitulah seterusnya, bintang-binatang dari Negeri Nubia terus menerus dikirim kepada Sultan Mesir setiap tahunnya. Ibnu Fadhlullah al-‘Umari menyebutkan dalam kitabnya ‘Masalik al-Abshar’, “Negeri Nubia setiap tahunnya mengirim upeti berupa budak-budak lelaki dan wanita, serta hewan-hewan liar Nubia.”
Gambar: Manuskrip lukisan Badak dalam kitab "Aja'ib al-Makhluqat" karya Al-Qazwini (sumber: http://ica.themorgan.org/manuscript/page/8/77363)

Begitulah semasa pemerintahan Baybaros, berbagai jenis hewan terkumpul di Mesir hingga sebanding dengan sebuah Kebun Binatang yang ramai.
Al-Maqrizi juga menyebutkan dalam kitab “As-Suluk”, bahwa di bulan Dzulqa’dah tahun 684 H, hadiah dari penguasa Yaman telah tiba di haribaan Sultan al-Manshur Qalawun, hadiahnya terdiri dari 10 ekor Kuda, seekor Gajah, seekor Badak, 8 ekor Elang dan 8 ekor burung Bayan/Betet. Dikisahkan bahwa Gajah ini punya peran besar bagi perkembangan sastra masyarakat Mesir saat itu, sebab gara-gara Gajah ini jembatan kebanggaan kota Bulaq runtuh. Maka seorang penyair terkenal di masa itu membuat beberapa bait syair bergenre Zajal, di dalamnya dia ceritakan apa yang telah terjadi, serta dia tampilkan pula di dalam syair itu hujatan dan sarkasme.
Sayangnya, kita tidak bisa melacak berbagai spesies hewan apalagi yang mereka punya, atau sejauh manakah para sultan Mamluk merawat hewan-hewan itu. Sebab ini adalah subjek pembahasan yang terlalu panjang untuk dibahas. Cukuplah bagi kita untuk mendapat sebagian cahaya atas sejauh mana seorang an-Nashir Muhammad bin Qalawun merawat hewan dan unggas berikut ini.
Sultan An-Nashir Muhammad bin Qalawun menaruh perhatian khusus pada hewan-hewan yang tampak rupanya indah dilihat, demikian ungkap Al-Maqrizi dalam kitab beliau ‘Al-Khuthath’. Tidak cukup dengan itu, An-Nashir juga mengerahkan upayanya dalam merawat Kuda, Domba, Sapi, dan Unggas. Menurut pendapat beberapa sejarawan, sebagian besar saluran air yang dibangun an-Nashir pada tahun 712 H. hingga kini masih ada. Lokasinya berada di tanah lapang Rumailah. Saluran air ini difungsikan untuk Kebun Binatang An-Nashir, baik untuk pepohonan maupun kandang-kandang kambing di sana. Ketika saluran air miliknya ini tak berfungsi sebagaimana mestinya, an-Nashir menggali sumur lain pada tahun 714 H. Tercatat juga, di wilayah Birkatul-Haj, An-Nashir membangun kandang-kandang untuk Kuda dan Unta, sebagaimana beliau juga memerintahkan untuk dibuatnya tanah lapang luas sebagai tempat pameran hasil-hasil produksi kuda.
Siapa pun yang membaca buku "Al-Khuthath" akan melihat betapa an-Nashir sangat peduli terhadap binatang. Beliau pernah menghabiskan banyak uang untuk mendatangkan kuda-kuda Arab asli, kemudian beliau memerintahkan pencatatan silsilah nasab kuda-kuda Arab tersebut, serta penulisan hasil-hasil produksi kuda-kuda tersebut dalam catatan khusus. Al-Maqrizi juga menyebutkan dari lokasi-lokasi mana saja An-Nashir memperoleh hewan-hewan peliharaannya, kuda-kuda, serta kambing-kambing miliknya, baik dari dalam Negeri maupun luar Negeri.
Gambar: Manuskrip kuno abad 14 M. lukisan orang-orang bermain Polo (sumber: https://www.pinterest.com/pin/400257485612474588/)

Ditulis oleh:
Dr. Khalid 'Azb 

Direktur Proyek Perpustakaan Alexandria Mesir

Link artikel asli berbahasa Arab:

Referensi lain seputar tema ini:
http://history.stackexchange.com/questions/26719/a-zoo-during-the-rule-of-omayyad-or-abbasid-dynasty
http://www.muslimheritage.com/article/abbasid-gardens-baghdad-and-samarra
https://en.m.wikipedia.org/wiki/Zheng_He
http://www.alriyadh.com/1579441



Translasi dan Edit oleh:
Ahmad Ubaidillah* 

* Mahasiswa Jurusan Syari'ah Lembaga Ilmu Pengetahuan Islam dan Arab di Jakarta cabang Universitas Al-Imam Muhammad bin Saud Riyadh Kerajaan Arab Saudi

NB: Artikel ini masih bersambung dengan Artikel selanjutnya tentang Kebun Binatang peradaban Islam di wilayah lainnya in sya Allah.

0 comments so far,add yours