Print Friendly and PDF



 

Kondisi Singkat Daulah Nasriyyah



Gambar: Lokasi Granada

Penguasa Daulah Nasriyyah memiliki hubungan yang sangat erat dengan sejumlah ahli agama dan ilmuwan yang bermadzhab Maliki.

Contohnya, penguasa Nasriyyah kedua, Muhammad II (1302) yang dikenal dengan julukan Al-Faqih, turut berkontribusi besar dalam menyebarkan hukum Islam dan ilmu pengetahuan.

 

Pembangunan dan Lokasi

Tidak sampai setengah abad (pada abad ke-14) selama pemerintahan Sultan Yusuf I (1354), Granada telah memiliki lembaga yang paling menonjol dalam belajar, yang dibangun pada tahun 1349 dengan nama al-Madrasa Al-Yusufiyya.


Gambar: Foto Madrasah Yusufiyyah abad ke-20

Disebut dengan Madrasah Yusufiyyah karena dinisbatkan kepada pendirinya, raja Bani Nashr yang ke-7, Abu Al-Hajjaj Yusuf bin Ismail bin Faraj bin Ismail bin Yusuf Ibnu Nasr Al-Anshari Al-Khazraji, yang memimpin kerajaan Granada semenjak tahun 734 hingga tahun 755H.

Meskipun di sana ada beberapa lembaga sekolahan yang ada lebih dahulu (Masjid Agung Granada yang juga sangat penting). Jadi dia bisa dikatakan juga sekolah masjid dan dijuluki dengan Science House (rumah sains).

Bangunan tersebut kini lebih dikenal dengan nama Palacio de La Madraza (Istana dari Madrasah). Sebelum Granada jatuh ke Katolik Monarki, tempat tesebut dikenal dengan Granada Madrasa, yaitu seolah Arab dimana pemimpin agama juga ahli pengetahuan umum.

Yang mendirikan Madrasah Yusufiyah adalah Ridwan An-Nasri (setelah memeluk Agama Islam dan menjadi kepala menteri Dinasti Nasrid) pada sekitar tahun 1349. Menteri Ridwan membangunnya berdasarkan perintah dari Sultan Yusuf I.

Berlokasi langsung tepat pada di bekas tempat Masjid Agung (namun sekarang menjadi Katedral Agung) dan dekat dengan pasar induk yang bernama Alcaiceria.

Mengenai Alcaiceria, di adalah pusat perdagangan dimana waktu itu pasar elit ketika barang komoditi berjenis sutera, emas, linen dan berbagai jenis kain lainnya diperdagangkan.



Gambar: Lukisan Kondisi Kota di Granada


Kurikulum Pendidikan


Pembangunan lembaga sekolahan tersebut mengubah Granada menjelma dari batas pemerintahan menjadi pusat sekolahan Islami wilayah barat.

Bersaing dengan pusat intelektual yang lain, seperti:

Marrakesh, Silla, Meknes, Madrasah Al-Attharin dan Al-Ba’unaniyah di Fez, Madrasah Abu Madin di Tlemcen dan Tunis.

Pertama kali yag diajarkan adalah ilmu-ilmu diniyyah, kemudian dimasukkan ilmu-ilmu pengetahuan.

Secara umum materi pelajaran di Madrasah Yusufiyyah adalah meliputi “pengetahuan agama” (Al-Ulum An-Naqliyyah) dan “pengetahuan rasional” (Al-Ulum Al-Aqliyyah) dan sudah tercakup di dalamnya mata pelajaran berikut:

Bahasa Arab, Nahwu, Retorika (Berpidato), Logika, Ilmu Agama, Al-Qur’an, Hadits, Ilmu Hukum, Kedokteran, Astronomi, Filsafat, Matematika, Artimatika dan Geometri.

Dalam kata lain, Madrasah Yusufiyyah mengikuti kurikulum yang sama dengan lembaga sekolahan yang lain di Sentral Negara Islam di antara abad ke 11 dan abad ke 14.

Dahulu, madrasah memberikan semacam rapot yang berisi kitab-kitab beserta nama-nama guru yang mengajarkannya.

Mata pelajaran Al-Qur’an adalah yang paling pertama, kemudian setelahnya adalah kitab Al-Muwattha’ yang ditulis oleh Imam Malik (karena secara umum madzhab yang menyebar di sana adalah Madzhab Malikiyyah).

Madrasah juga memberi perhatian khusus terhadap pelajaran Bahasa dan Sastra, yang dijadikan sandaran adalah Al-Kitab yang ditulis oleh Sibawaih, kitab Al-Aghani, Al-Atsar Al-Jahidz, dan Maqamat Al-Hamdzani dan Al-Hariri.

Juga Syair Arab, kitab yang menjadi acuan adalah Diwan Al-Hamasah dan Diwan Al-Mutanabbi.

Kita tidak tahu secara pasti, berapa tahun para pelajar di sana menghabiskan masa belajarnya hingga lulus. Berdasarkan kitab-kitab yang dijadikan acuan tersebut nampak cukup tinggi dalam level tiap bidangnya.

Dan yang mereka yang unggul mendapatkan ijazah yang ditulis dengan khat, dan dengannya mendapatkan lisensi untuk berhak mengajar bidang keilmuan tertentu atau kitab-kitab yang sudah terkenal.


Tentang Murid dan Guru 


Murid-murid dan para guru mencakup para ilmuwan dari Andalus dan Afrika Utara, bersama para ilmuwan yang berasal dari berbagai belahan barat dunia Islam. Mereka belajar bersama sejumlah ilmuwan yang tinggal di Granada.
 



Setelah memasuki tahun 1354, seorang ilmuwan dan ahli hukum bermadzhab Maliki yang terkenal, Ibnu Marzuq At-Tilmisani (w. 1379) ditetapkan sebagai professor di madrasah tersebut.

Sekalipun Madrasah Yusufiiyah adalah satu dari sekian contoh madrasah terbaik di Andalusia, bukan berarti madrasah satu-satunya di pertengahan akhir Andalus. Karena ada madrasah lain yang juga terbaik, seperti madrasah yang ada di Malaga.

Selain itu, Ibnu Al-Khathib (w. 1374), ketua menteri pada masa Yusuf I, menegaskan di catatan sejarah Granada: “Penguasa membangun madrasah yang mengagungkan yang menjadi madrasah terpenting dari seluruh yang ada di ibu kota”. [Ibn Al-Khathib, Al-Lamhah Al-Badriyyah fi Ad-Daulah An-Nashiriyyah, hlm. 153]

Ilmuwan penting di Madrasah Yusufiyyah:

1.    Abu Al-Qasim Ibn Juzay (w. 1340 M)
2.    Lisanuddin Al-Khathib (w. 1374 M)

Mengenai Ibn Al-Khathib, dia adalah salah satu murid dari madrasa ini, di antara gurunya adalah Ibn Al-Fajjar, Ibn Marzuq, dan Ibn Al-Hayy (dalam bahasa dan hukum), Ibn Al-Hakam dan seorang penyair Ibn Al-Yayyab (dalam retorika berpidato), dan Syaikh Yahya Ibn Hudzail (dalam medis dan filsafat).
Lisanuddin Ibn Al-Khathib telah mewakafkan sebuah manuskrip dari kitabnya untuk madrasah ini dengan judul “Al-Ihathah fi Akhbar Gharnathah” agar dapat dirasakan manfaatnya oleh para pelajar, hal ini pada tahun 829 H.  Beliau banyak menulis kitab lainnya.

3.    Ibn Marzuq (w. 1379 M)
4.    Ibn Hudhail (w. 1380 M)
5.    Abu Al-Qasim Ibn Ridwan Al-Malaqi (w. 1382 M)
6.    Abu Ishaq As-Shatibi (w. 1388 M)
7.    Abdurrahman Ibn Khaldun (w. 1406 M)
8.    Abu Bakr Muhammad Ibn ‘Asim (w. 1427 M)
9.    Muhmmad Al-Jazulu (w. 1465 M)
10.    Abu Abdillah Muhammad Ibn Al-Azraq Al-Asbahi (w. 1491 M)
11.    Ahmad Zarruq (w. 1493 M)
12.    Ahmad Al-Wansharisi (w. 1508 M)
13.    Muhammad bin Raqah Al-Maursi (w. 715 H), beliau terkenal dengan ilmu insiyur dan matematika, dan menggeluti kedokteran juga.
14.    Abu Yahya bin Ridwan Al-Wadi Asyi (w. 757 H), beliau menulis sebuah qasidah dalam ilmu falak dengan judul “Al-Mandhum min Ilmi Nujum” dan beliau juga menulis sebuah buku dalam pembahasan Asrtolabe.

Secara umum, pada zaman ini di Granada banyak ilmuwan-ilmuwan yang pionir. Namun saya belum bisa memastikan apakah mereka belajar atau mengajar di Madrasah Yusufiyyah ataukah tidak.

Taruhlah di sana ada seorang dokter yang bernama Muhammad bin Ibrahim Al-Anshari yang dikenal dengan Ibnu Sarraj, beliau merupakan dokter pribadi Sultan Muhammad II. Beliau mengobati orang-orang fakir dengan cuma-cuma, juga menginfakkah hartanya kepada orang-orang yang membutuhkan bantuan.

Dan banyak lagi tabib-tabib yang menulis dalam berbagai pengobatan, seperti wabah yang menimpa Andalusia, dan wabah-wabah yang menghebohkan, obat untuk mengatasi racun ular.

Kemudian dalam bidang bahasa pun tidak kalah menakjubkan, bidang sastra, sejarah dan seterusnya. Tentang mereka semua dan karya serta penemuan mereka dapat kita baca dalam sumber-sumber refensi yang panjang, tidak mungkin saya tuliskan satu persatu secara terperinci di sini.


Puisi Di Pintu Madrasah Yusufiyyah 





Ada beberapa bait puisi yang menghiasi pintu madrasah, mengungkapkan keutamaan ilmu dan pentingnya belajar. Berdasarkan peninggalan bagian pintu yang masih tersisa, di situ tertulis sebuah baik yang artinya:

Wahai penuntut ilmu, inilah pintunya sudah terbuka
Masuklah, lihat cahayanya yang menyinari waktu dhuha

Berterimakasihlah Dzat yang mengantarkanmu dari berbagai penjuru
Allah telah mendekatkan tempat tujuanmu yang jauh

Madrasah telah membuat mulia peradaban islam
Dengannya jalan petunjuk dan ilmu menjadi nampak terang

Karya Yusuf, tuan kita dan niatnya
Telah merangkai lembaran yang sangat berat ditimbang
 



Kondisi Akhir Madrasah

Sangat disayangkan, bangunan asli tidak dijaga dengan benar. Sekalipun demikian, kita masih bisa melihat sisa-sisa bangunan tersebut dengan penuh takjub hingga hari ini.

Pada abad ke-16, setelah kemenangan orang-orang Kristen, Madrasah Yusufiyyah menjadi tempat tinggal bagi para penduduk Granada.

Selanjutnya, Madrasah Yusufiyyah dihancurkan banyak bagian dari bangunan pokok sekitar abad ke-18 untuk mendirikan bangunan baru yang sesuai rancangan tata kota antara tahun 1722 hingga 1729. Kemudian tidak ada bagian ruang yang tersisa kecuali aula untuk shalat, yang terletak berhadapan dengan Katedral Granada.

Dan ada sedikit sisa-sisa bangunan megah ini, misalnya minbar yang indah yang terletak di dinding yang menghadap pintu masuk, mengingatkan mihrab yang ada di Jami’ Cordoba. Minbar tersebut dihiasi dengan berbagai lempengan marmer kapur yang terukir dengan tulisan-tulisan dan gambar-gambar insinyur, tumbuh-tumbuhan khusus.

Juga masih ada bagian atas pintu yang masih tersimpan, dahulunya merupakan bagian dari pintu bangunan yang sangat besar, terukir di atasnya tulisan pembentukan madarasah tersebut. Ukiran ini masih tersimpan di Museum Peniggalan Granada.





Biasanya, madrasah-madrasah memiliki halaman, kamar-kamar untuk murid-murid tinggal, dan ruangan terbuka yang luas untuk belajar dan shalat. Di abad ke 18, Madrasah Granada saat itu dibongkar besar-besaran dan diubah.

Sekarang tempat ini menjadi bagian dari Universitas Granada. Terletak di jalan yang sekarang dikenal dengan nama Calle Oficios, 14, Granada. Dan terkadang diadakan pameran disini.



Gambar: Foto Lokasi Madrasah Yusufiyyah Saat Ini


Penting Digarisbawahi

Yang perlu digaris bawahi, sekalipun Nasriyyah adalah pada dasarnya merupakan kekuasan yang ada di pinggiran, namun mengabdikan diri dengan perhatian yang signifikan dalam memperkuat Ilmu Pengetahuan Islami di dalam kerajaan mereka.



Gambar: Peta Kekuasaan Nasriyah

Selain itu keadaan melingkupi kekuasaan dan perkembangan Madrasah Yusufiyyah menitik beratkan hubungan antara ulama dan umara (para penguasa politik). Kedua grup tersebut mendapatkan hak kekuasaan antara satu dengan lainnya.

Yang menarik dari Nasriyyah dalam mempromosikan lembaga sekolahan yang semula ‘membutuhkan’ menjadi kekuatan ‘menyediakan’, efektifnya kelas di tangan para pengelolanya, para birokrat, dan para hakim di kekuasaan mereka.

Tidak kalah penting, perkembangan di Nasriyyah Granada menyertai apa yang terjadi di Afrika Utara selama periode tersebut.


Kitab yang Ditulis Khusus Tentang Madrasah Ini 


Sepanjang penelitian saya, disebutkan dalam salah satu website berbahasa Arab, terdapat salah satu kitab yang ditulis dan berbicara tentang madrasah ini, kitab tersebut ditulis oleh Rasyid Al-‘Afaqi dan tercetak dengan judul:

Tarikh Al-Madrasah An-Nasriyyah bi Gharnatah
 



Kitab ini mencakup mukaddimah ringkas tentang sejarah madrasah-madrasah di Maroko dan Andalusia. Dan membahas kondisi madrasah di bagian barat Islam pada saat itu, dan seterusnya.

Namun saya belum sempat membuka lembaran-lembaran kitab ini. Mengingat tidak begitu tersebar, dan scan buku ini belum saya dapatkan.

Mungkin saja ada kitab-kitab yang tertulis dalam bahasa lain. Atau dalam bahasa Andalusia sendiri.

Adapun kisah-kisah tentang Madrasah Yusufiyah secara umum banyak didapatkan di kitab-kitab yang tertulis secara umum yang membahas sejarah Andalusia atau Granada.


Memetik Pelajaran Berharga

1.    Kerajaan Islam sejak masa dahulu sangat memperhatikan ilmu, pengetahuan, ilmuwan. Mereka benar-benar ingin semua masyarakatnya berilmu dan mengentaskan mereka dari kebodohan.

2.    Ilmu dan pemerintahan bukanlah sesuatu yang terpisah. Justru keduanya saling melengkapi. Masing-masing saling berkaitan dan yang satu membutuhkan yang lain.
3.    Motivasi belajar, tertulis di pintu gerbang Madrasah Yusufiyyah bait-bait indah yang menyambut para penuntut ilmu.
4.    Tempat penginapan murid-murid. Sehingga mereka merasakan atmosfir belajar dan lingkungan yang kondusif. Bahkan Madrasah Yusufiyyah karena menjadi pusat belajar yang dituju oleh para penuntut ilmu dari berbagai penjuru, sangat membutuhkan tempat tinggal bagi para perantau tersebut.
5.    Konsep pendidikan islami yang baik di antaranya adalah gedung sekolah berdekatan dengan masjid. Sehingga ibadah bukanlah penghalang untuk belajar, dan belajar bukanlah sebab lemah dalam beribadah.


Source: 


Kitab yang berjudul “Tarikh Al-Arab wa Hadharatuhum fi Al-Andalus” yang ditulis oleh 3 doktor ahli sejarah di Universitas Mosul, Baghdad. Mereka adalah:

1.    Dr. Khalil Ibrahim As-Samarra’i
2.    Dr. Abdul Wahid Dzunnun Thaha
3.    Dr. Nathiq Shalih Matlub
 

Kitab ini dicetak oleh Dar Al-Kitab Al-Jadid Al-Muttahidah, Beirut Lebanon, cetakan pertama. Terdiri dari 524 hlm. Saya mendapatkan naskah kitab ini dalam bentuk PDF.

Juga beberapa link berikut (berbahasa Arab dan Inggris):

www.travelsignpost.com
www.qantara-med.org
http://www.jadawel.net
http://andalusihistory.com
www.alghad.com 

https://ballandalus.wordpress.com

Sumber foto:
https://ballandalus.wordpress.com

Pena:
Seorang mahasiswa LIPIA (Lembaga Ilmu Pengetahuan Islam dan Arab), Jakarta. Cabang Universitas Imam Muhammad bin Saud Riyadh, KSA. Fakultas Syariah, Semester II.

0 comments so far,add yours