Untuk menyebut Era atau Abad Pertengahan biasa disebut juga dengan Abad Kegelapan, karena pada masa tersebut Bangsa Eropa hidup dalam kegelapan yang mencekam dan kebodohan yang bertingkat-tingkat.
Seorang ahli
sejarah dari Prancis, Gustave Le Bon, menggambarkan keadaan bangsa Eropa dengan
para penguasa yang buas, membanggakan diri sebagai umat tidak bisa membaca, dan
tokoh-tokoh agama yang membolak-balik sampul kitab-kitab kuno dst..
Sebaliknya, dalam dunia Islam, Abad Pertengahan adalah masa kejayaan dan kemajuan ilmu yang tidak ada tandingannya.
Selama periode ini, ilmuwan, seniman, insinyur, penyair, geografer, dan lainnya di dunia Islam berkontribusi dalam berbagai bidang kehidupan. Dalam pertanian, kesenian, perekonomian, industri, hukum, sastra, navigasi, sains, sosiologi, teknologi dan lainnya.
Kota-kota di dunia Islam dihiasi dengan madrasah-madrasah yang sangat banyak jumlahnya, hampir tidak ada satu desa atau satu kota melainkan ada madrasah, yang di sana ada puluhan guru dan ilmuwan.
Dahulu, belajar di sekolah-sekolah Islam tidak membutuhkan biaya dan dibuka untuk siapapun, tanpa memandang golongan dan kasta.
Pembelajaran dibagi menjadi dua macam;
1. Bagian Dalam untuk murid-murid dari jauh dan yang tidak memiliki kecukupan biaya hidup dari orang tuanya.
2. Bagian Luar untuk siapa saja yang ingin kembali ketika sore hari untuk bertemu keluarga dan anak-anaknya. Semuanya gratis, bahkan untuk bagian dalam disediakan fasilitas makanan, tidur, tempat menelaah dan beribadah untuk para murid.
Di sekolah terdapat ruangan untuk masjid, ruang belajar, kamar untuk istirahat, perpustakaan, dapur dan kamar mandi. Sebagian sekolah menyediakan fasilitas tambahan seperti lapangan olahraga fisik.
![]() |
Gambar: Universitas Al-Qarawiyyin kota Fes Maroko (sejak 859 M.), dinobatkan sebagai Universitas dan Lembaga Pendidikan Tinggi tertua di dunia yang masih beroperasi hingga saat ini oleh Guiness World of Record dan UNESCO (https://www.guinnessworldrecords.com/world-records/oldest-university) |
SEJUMLAH TOKOH BESAR EROPA BELAJAR DI ANDALUSIA
Bangsa Arab
menetap di Andalusia kurang lebih selama 8 abad lamanya. Peradaban Arab di sana
mencapai puncak kejayaannya. Berbagai simbol peradaban menyebar di wilayah
Cordoba, Granada, Sevilla, Zaragoza, Toledo dan lainnya.
Bangsa Eropa yang pun bergegas menuju pusat-pusat peradaban Andalusia dan menghabiskan bertahun-tahun dalam pelajaran dan penelitian di sana, dan akhirnya mereka menjadi orang-orang yang menghidupkan ilmu di Eropa.
Di antara tokoh yang terkemuka adalah seorang pendeta Perancis Gerberto de Aurillac yang datang ke Andalusia pada masa Al-Mustanshir (350-366 H / 961-976 M), ia datang untuk mempelajari ilmu-ilmu Matematika dan mendalaminya hingga menguasai dengan baik. Uniknya, ketika ia kembali, banyak orang Eropa yang menganggapnya tukang sihir.
Gerberto ini dikenal juga sebagai Silvestre II, sebab dia diangkat menjadi Paus di tahun 999 M. di kemudian hari. Dia dikenal sebagai tokoh yang paling banyak berperan menyebarkan ilmu-ilmu Arab ke Eropa. Rentang hidupnya 390-394 H / 999-1003 M. Oleh Wikipedia, dia disebut sebagai orang pertama yang mengenalkan angka India-Arab ke Eropa.
![]() |
Gambar: Ilustrasi Silvestre II bersama Setan dari manuskrip Martinus Oppaviensis, Chronicon pontificum et imperatorum tahun 1460 M. (sumber: wikipedia.org) |
MURID-MURID UTUSAN RESMI KERAJAAN-KERAJAAN DI EROPA
Selain
kedatangan orang-orang Eropa yang belajar ke Andalusia, ada pula
kelompok-kelompok yang diutus resmi dari sebagian pemerintah Eropa.
Kelompok
utusan berdatangan berturut-turut dengan jumlah yang terus bertambah setiap
tahun. Hingga pada tahun 312 H / 924 M pada masa kekuasaan Khalifah An-Nashir
datang utusan sekitar 700 pelajar laki-laki dan perempuan.
Salah satu utusan datang dari Perancis dipimpin langsung oleh Putri Elizabeth, anak paman Raja Louis VI di Perancis. Raja Philip I (ayah dari Louis VI) melayangkan sepucuk surat dialamatkan kepada Khalifah Hisyam III agar diizinkan mengirim satuan utusan dari negaranya menuju Andalusia untuk menyaksikan dan mempelajari fenomena kemajuan peradaban di sana. Khalifah Hisyam pun setuju, maka datanglah utusan raja Philip I yang dipimpin oleh menteri Wiliameen yang oleh Arab dijuluki William Al-Amin.
Raja-raja
Eropa lainnya pun melakukan hal yang sama. Raja Willis melakukan pengiriman
pelajar dengan pimpinan putri saudaranya dengan membawahi 18 pemudi dari
kalangan putri-putri bangsawan. Utusan tersebut akhirnya sampai di Kota
Sevilla.
Utusan Raja
Bavaria (Jerman) yang juga dipimpin oleh William Al-Amin terdiri dari 215 murid
laki-laki dan perempuan yang disebarkan di seluruh Lembaga Pendidikan di Andalusia agar
mereka menimba dari mata air wawasannya. Sejumlah riwayat mengabarkan bahwa ada
8 orang dari utusan ini yang memeluk agama Islam lalu menetap di
Andalusia dan tidak mau pulang ke negara asal mereka.
Dari kedelapan orang tersebut ada 3 pemudi yang menikah dengan tokoh-tokoh terkenal Andalusia pada waktu itu dan memiliki keturunan sejumlah ilmuwan, di antara mereka adalah Abbas bin Mirdas, seorang ahli falak.
Tercatat juga, seorang Raja dari Kerajaan Asturies (Spanyol Utara) bernama Alphonse III, mengirim anaknya Ordono II untuk menuntut ilmu di Zaragoza di bawah bimbingan Banu Qasi para pemimpin Muslim saat itu.
MENDATANGKAN
ILMUWAN MUSLIM
Tidak
sebatas mengirimkan misi ilmiah menuju Universitas-Universitas Islam, bahkan
para raja Eropa bersemangat dalam mendatangkan para pengajar dan ilmuwan untuk
membangun madrasah-madrasah dan ma’had ilmiah di negara-negara mereka.
Pada Abad
ke-9 M dan setelahnya, pemerintahan Belanda, Saxonia dan Inggris melakukan
kesepakatan dengan sekitar 90 pengajar dari Arab di Andalusia dalam berbagai
bidang keilmuwan. Mereka dipilih dari sekian banyak ilmuwan terkenal yang
menguasai dua bahasa, Bahasa Spanyol dan Bahasa Latin di samping juga menguasai
Bahasa Arab.
Pemerintahan tersebut juga melakukan kesepakatan lain dengan sekitar 200 pakar dari Arab dalam berbagai bidang industri, terutama dalam produksi kapal laut, industri pemintalan, kaca, bangunan dan metode pertanian.
Beberapa insinyur Arab merancang sebuah jembatan terbesar di atas Sungai Thames yang membentang di Inggris dan dikenal dengan nama Jembatan Helichem. Penamaan tersebut diambil dari kata Hisyam, seorang khalifah di Andalusia yang oleh Inggris digunakan namanya untuk jembatan tersebut, sebagai pengakuan atas jasanya dalam mengirimkan para insinyur Arab.
Dan masih dijumpai di salah satu kota Jerman, Stutgard, pengairan yang dikenal dengan sebutan Amedeo, nama ini berasal dari kata Ahmad, seorang insinyur dari Arab yang membangun pengairan tersebut.
Referensi:
Tarikh
Arab wa Hadharatuhum fi al-Andalus, penulis adalah tiga Doktor Sejarah dari Universitas Mosul, hlm. 476-479
Juhud
Ulama Al-Muslimin fi Taqaddum Al-Hadharah Al-Insaniyah, Prof. Khalid bin
Sulaiman bin Ali Al-Khuwaytir hlm. 245
Min
Rawai’i Hadharatina, Dr. Musthafa As-Siba’i, hlm. 206-207
Ditulis oleh:
Fida' Abu Sa'ad*
Fida' Abu Sa'ad*
Editor:
Ahmad Ubaidillah
Keterangan:
- Gambar di awal artikel: Lukisan abad 15 M. menggambarkan seorang Arab dan Barat melakukan praktik Geometri (sumber: Cahiers de Science et Vie No. 114 wikipedia.org)
- Hingga saat ini Editor belum berhasil menemukan bukti keberadaan jembatan Helichem di London dan pengairan Amedeo di Stuttgart.
MELURUSKAN RUMOR: SURAT RAJA GEORGE II KEPADA KHALIFAH HISYAM III*
*Ditulis oleh Editor
Di banyak media massa online berbahasa Arab, Inggris, bahkan Indonesia, cukup viral diberitakan tentang adanya surat dari seorang Raja Eropa kepada Khalifah Muslim tentang pengiriman anaknya untuk belajar di Negeri Muslim.
Media-media tersebut mengatakan:
Di banyak media massa online berbahasa Arab, Inggris, bahkan Indonesia, cukup viral diberitakan tentang adanya surat dari seorang Raja Eropa kepada Khalifah Muslim tentang pengiriman anaknya untuk belajar di Negeri Muslim.
Media-media tersebut mengatakan:
Pada tahun 1028 Raja George II yang menguasai Inggris, Swedia, dan Norwegia mengirim sepucuk surat yang dilayangkan kepada Khalifah Umaiyyah Hisyam III yang saat itu menguasai Andalusia, untuk mengizinkan para putri kerajaan belajar di universitas muslim Cordoba.
Dalam surat tersebut tertulis:
“Dari George II, Raja Inggris, Swedia dan Norwegia
Khalifah Kerajaan Spanyol, Yang Mulia Hisyam III:
Dengan rasa hormat, kami mendengar tentang pengetahuan hebat yang membanjiri institusi pendidikan dan industri Anda di negara bergengsi Anda.
Kami ingin agar anak-anak kami menyalin kejayaan Anda sehingga menjadi awal yang baik untuk mengikuti jejak pencapaian sains di negara-negara kami yang dikepung oleh kegelapan di keempat sudutnya. Kami menugaskan keponakanku, Putri Dobant yang betanggung jawab misi putri-putri Inggris yang mulia untuk disambut kebesaran Anda dalam mencari perhatian untuk belajar di bawah perlindungan Anda yang terhormat. Karena mereka harus bertanggung jawab atas pendidikan mereka. Dengan putri muda itu, kami mengirim sebuah hadiah kecil dan sederhana untuk keagungan Anda dengan harapan Anda menerimanya dengan baik.
Dengan rasa hormat dan kasih sayang sejati,
Your obedient servant, George
Hamba taat Anda, George”.
-----------------------------------
Khalifah Hisyam III menjawab:
“Atas nama Tuhan Yang Maha Pengasih Maha Penyayang
Segala Puji hanya milik Allah
Semoga Dia melimpahkan rahmat kepada Nabi-Nya
Kepada Raja Inggris, Swedia dan Norwegia:
Kami membaca permintaan Anda dan kami sepakat setelah berkonsultasi dengan pihak yang berkepentingan, Kami ingin menginformasikan bahwa anggaran pembelanjaan misi Anda untuk membiayai perbendaharaan Muslim adalah bukti hubungan kita dengan kerajaan Anda.
Mengenai pemberian Anda, dengan senang hati kami menerimanya. Sebagai gantinya, kami mengirim hasil kerajinan Andalusia yang berharga hasil karya orang-orang kami sebagai hadiah untuk Anda sebagai makna perhatian dan keramahan kami.
Salam
Khalifah Rasulullah di Negeri Andalusia”.
Media-media tersebut menyandarkan referensi berita ini pada 3 orang penulis Barat yang hingga saat ini belum ditemukan identitasnya:
- Sir John Donapert
- Christer Samuelsson
- Sprengastinn
Sayangnya tidak ada satu pun jejak digital seputar mereka atau artikel dan buku yang mereka tulis.
Apalagi, George II hidup di tahun 1683-1760 M., alias sekitar 700 tahun setelah Hisyam III wafat. Bahkan, ada diskriminasi terhadap wanita saat itu di Inggris di mana wanita masih tidak memperoleh pendidikan tinggi hingga datang abad ke-19.
Adapun Raja Inggris yang semasa dengan Hisyam III adalah Canute the Great, -walaupun dia bukan asli warga Inggris, namun sayangnya tidak ada bukti satu pun yang menyatakan bahwa penulis surat ini adalah Canute.
Saya pribadi sejauh melakukan sidak penelitian tentang kasus ini, hanya berhasil menemukan 2 foto Manuskrip kuno surat tersebut, yang juga masih tidak ditemukan asal-usulnya berasal dari Perpustakaan manakah. Berikut 2 foto tersebut:
Media-media tersebut menyandarkan referensi berita ini pada 3 orang penulis Barat yang hingga saat ini belum ditemukan identitasnya:
- Sir John Donapert
- Christer Samuelsson
- Sprengastinn
Sayangnya tidak ada satu pun jejak digital seputar mereka atau artikel dan buku yang mereka tulis.
Apalagi, George II hidup di tahun 1683-1760 M., alias sekitar 700 tahun setelah Hisyam III wafat. Bahkan, ada diskriminasi terhadap wanita saat itu di Inggris di mana wanita masih tidak memperoleh pendidikan tinggi hingga datang abad ke-19.
Adapun Raja Inggris yang semasa dengan Hisyam III adalah Canute the Great, -walaupun dia bukan asli warga Inggris, namun sayangnya tidak ada bukti satu pun yang menyatakan bahwa penulis surat ini adalah Canute.
Saya pribadi sejauh melakukan sidak penelitian tentang kasus ini, hanya berhasil menemukan 2 foto Manuskrip kuno surat tersebut, yang juga masih tidak ditemukan asal-usulnya berasal dari Perpustakaan manakah. Berikut 2 foto tersebut:
![]() |
Sumber: https://i.pinimg.com/originals/0b/e3/4c/0be34cbfad43536f00c09d69d3bd6e4c.jpg |
![]() |
Sumber: http://www.nawiseh.com/mokhtarat/mokhtarat44.htm |
0 comments so far,add yours